Disusun oleh Yulianti Devani P & Rimayanti – Universitas Pamulang

“Jalan Pendidikan Indonesia di Persimpangan“
Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun peradaban bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang layak. Namun, implementasi amanat konstitusi ini masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal pemerataan akses dan mutu pendidikan di berbagai wilayah Indonesia.
Dalam perspektif sosiologi pendidikan, sekolah seharusnya menjadi ruang transformasi sosial, namun realitasnya seringkali jauh dari harapan. Kesenjangan sarana dan prasarana, misalnya, masih menjadi masalah krusial yang menghambat proses pembelajaran di banyak sekolah. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2024, lebih dari 30% sekolah di wilayah pedalaman Indonesia masih kekurangan fasilitas dasar seperti buku, komputer, dan akses internet yang memadai (Kemendikbud, 2024). Data Kemendikbud 2024 bilang, 30% sekolah pedalaman kekurangan buku. Seorang peneliti bernama Fitri pernah berkata, bahwa kondisi ini karena manajemen pendidikan yang masih lemah, jadi ketimpangan sosial akhirnya makin bertambah.”menurut Fitri (2021), mencerminkan lemahnya manajemen pendidikan yang berpotensi mereproduksi ketimpangan sosial.
Masalah pendidikan di Indonesia bersifat struktural dan berlapis,salah satunya adalah perubahan kurikulum yang terlalu sering terjadi. Sejak tahun 2004, kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak empat kali (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2024). Perubahan yang terlalu cepat ini menyebabkan ketidakstabilan arah pembelajaran dan kebingungan di kalangan pendidik, sebagaimana diungkapkan oleh para guru dalam survei yang dilakukan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada tahun 2023 (FSGI, 2023). Lebih lanjut, Combs (1968) dalam studinya yang klasik juga menekankan bahwa ketidaksesuaian hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat merupakan masalah yang memperparah kondisi ini.
Indonesia diproyeksikan memasuki bonus demografi pada tahun 2045. Namun, bonus ini bisa jadi sia-sia jika masalah pendidikan nggak segera diatasi. Tanpa tenaga kerja terampil, Indonesia nggak bisa bersaing di pasar global. Menurut Fitri (2021), tanpa pendidikan yang berkualitas, bonus demografi justru jadi beban sosial.
Oleh karena itu, reformasi pendidikan mendesak dilakukan. Fokus utama adalah meningkatkan kualitas guru dan menyediakan fasilitas yang memadai. Contohnya, guru perlu pelatihan yang lebih intensif. Menurut Fitri (2021), penguatan kompetensi guru adalah kunci untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Pada akhirnya, pendidikan bukan sekadar persoalan administratif atau angka statistik. Pendidikan adalah cermin kualitas peradaban bangsa, investasi masa depan, dan harapan bagi generasi penerus. Tanpa pemerataan dan peningkatan mutu yang serius, Indonesia akan terus berada di persimpangan jalan: melahirkan generasi emas atau mempertahankan siklus ketertinggalan yang berulang. Masalah kesenjangan sarana prasarana dan kualitas guru yang rendah adalah tantangan nyata yang harus segera diatasi agar Indonesia dapat mencapai generasi emas yang berkualitas dan berdaya saing. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, demi masa depan yang lebih baik bagi anak cucu kita.